Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis)
Gajah kalimantan disebut bornean pygmy elephant (gajah kerdil borneo) karena ukuran tubuhnya lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan gajah lainnya. Populasi gajah kalimantan di Kecamatan Sebuku dan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan jumlahnya sekitar 20 - 80 ekor. Asal-usul gajah kalimantan masih diperdebatkan, namun diperkirakan mamalia ini bukan asli Borneo mengingat sebarannya yang sangat terbatas. Beberapa catatan tentang keberadaan gajah di Kalimantan diantaranya adalah:
- Pada pertengahan abad 17 (tahun 1750) sebuah perusahaan Inggris di India Timur memberikan hadiah berupa gajah liar kepada Sultan Sulu dan kemudian dilepaskan di pantai timur Sabah dan kemudian berkembang biak hingga sekarang ini;
- Keberadaan gajah di Kalimantan Timur juga telah tercatat sejak tahun 1930-an yang dibubuhkan dalam laporan bekas perkumpulan Hindia Belanda Timur untuk konservasi alam;
- Pada akhir pertengahan tahun 1960-an, sejumlah gajah dari Thailand didatangkan ke pantai timur Sabah untuk digunakan sebagai pengangkut kayu balak oleh perusahaan dan industri perkayuan
Meskipun demikian, asal usul gajah yang masih dipertahankan oleh banyak pihak hingga sekarang ini adalah hasil analisis DNA yang diambil dari gajah Sabah, diketahui bahwa sekitar 300.000 tahun yang lalu gajah Borneo terisolasi dari populasi gajah lainnya di dataran Asia dan Sumatra, dari hasil analisis DNA kemungkinan bahwa gajah Borneo secara genetika berbeda dari subspesies gajah di Sumatra atau daratan Asia lainnya, hasil tersebut menjadi bukti yang jelas bahwa gajah di Borneo adalah binatang pribumi.
Gajah kalimantan merupakan top species yang berperan penting dalam regenerasi hutan yaitu sebagai penyebar biji. Perlindungan terhadap habitat gajah kalimantan secara tidak langsung merupakan perlindungan sumber-sumber air di hulu Sungai Sebuku yang penting untuk kehidupan wilayah di bawahnya termasuk Pulau Nunukan.